Carilah Rezeki, Tapi Jangan Tamak
Oleh: M. Muttaqin, S.Sy
Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan. ( Q.S At Taubah: 105)
Carilah Rezeki
Sebuah kisah yang menarik tentang seekor ular buta. Ketika ular buta sedang melilitkan tubuhnya di atas pohon kurma, sekor burung datang dengan membawa sepotong daging dan menyuapkanya ke mulut ular. Saat mendekati ular, si burung mengeluarkan bunyi-bunyian dan bersuit sampai ular tersebut membuka mulutnya. Baru setelah itu, si burung memasukkan potongan dagingnya kedalam mulutnya.
Kisah diatas pernah diceritakan oleh ibnu jauzi didalam kitabnya, ketika membahas masalah rezeki makhluk-makhluk Allah. Sebuah pelajaran berharga yang dapat kita ambil dari makhluk Allah yang tidak dikarunia akal, hidup dalam kebutaan namun tetap mendapatkan rezeki-Nya
Semua makhluk hidup di dunia ini telah ditetapkan rezekinya oleh Allah. Dia memberika rezeki kepada cacing yang ada di dalam tanah, kepada ikan yang ada di air, kepada burung yang ada di udara, kepada semut yang ada di kegelapan, dan kepada ular yang ada diantara bebatuan yang keras, bahkan kepada ular yang buta sekalipun, subhanallah..
Allah berfirman:
Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. tiadalah kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, Kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. ( Al An’am : 38 )
Maksud lafadh مَا فَرَّطْنَا فِى الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ (tiadalah kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab) sebahagian Mufassirin menafsirkan Al-Kitab itu dengan Lauhul mahfudz dengan arti bahwa nasib semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan) dalam Lauhul mahfudz.
Lalu bagaimana dengan manusia? Seyogyanya kita sebagai manusia yang yang lebih suci dari ular, burung dan ikan, tidak usah bersedih hanya karena soal rezeki. Karena kita dikaruniai olah Allah kelebihan akal untuk memahami ayat diatas. Kita telah tahu bahwa rezeki sudah ditentukan oleh Allah dan telah tercatat di lauhul mahfudz, maka tugas kita hanyalah ikhtiar dan tawakal.
Ikhtiar dan tawakkal adalah kunci kesuksesan seseorang. Kesuksesan dalam segala hal. Sukses dalam belajar, bekerja, berwira usaha (bisnis), bahkan sukses di akhirat (masuk surga).
Ikhtiar artinya berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan keinginan. Sementara tawakkal adalah menyerahkan hasil sepenuhnya hanya kepada Allah. Tanpa disertai dengan meminta bantuan kepada selain Allah yang mengandung unsur kemusyrikan, seperti meminta bantuan orang pintar (dukun).
Selama manusia mau berusaha dan berdoa, Allah akan memberikan jalan yang terbaik baginya. Yang menginginkan lulus dalam sekolah ( UN ) dan kuliah ia harus belajar dengan tekun dan berdoa, yang ingin kaya harus bekerja dengan ulet dan berdoa. Usaha dan doa ibarat dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan.
Islam menganjurkan para pemeluknya untuk menjadi insan ghoni atau manusia yang kaya. Islam menyeru kepada para pemeluknya untuk mencari harta dengan cara yang baik, mengumpulkan harta dengan cara yang wajar dan membelanjakan pada hal-hal yang mulia, agar terangkat menjadi mulia karena hartanya.
Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan. ( Q.S At Taubah: 105)
Rasulullah saw. Bersabda: sebaik-baik harta yang didapat dengan cara yang baik adalah harta yang ada di tangan orang-orang yang sholih.
Islam melarang pemeluknya untuk menjadi pengangguran karena pengangguran akan mengakibatkan kemiskinan. Oleh sebab itulah rasulullah saw. Memehon perlindungan kepada Allah dari kemiskinan seraya bersabda, “Ya Allah, seseunguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran.
Hadits diatas tidak bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu majah: “ Berzuhudlah engkau terhadap dunia, niscaya Allah akan mencintaimu” makna hadits ini adalah manusia harus merasa cukup dengan kebutuhan dasar/pokok (makan, minum, sandang dan rumah) yang yang telah terpenuhi, juga merasa puas dengan terpenuhinya kebutuhan yang tidak mengharuskan meminta-minta dari orang lain.
(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya Karena memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui. ( Q.S Al Baqoroh: 273)
Dalam hadits disebutkan “ tangan yang diatas lebih baik dari tangan yang di bawah”. Tangan yang di atas adalah tangan yang memberi sedangkan tangan yang di bawah adalah tangan yang mengambil dan meminta. Hadits ini merupakan himbauan kepada ummat Islam untuk memberi atau sedekah. Sementara untuk bisa memberi, haruslah memiliki terlebih dahulu, dan untuk memiliki tentunya harus berusaha mencari rezeki dengan bekerja.
Jangan Tamak.
Dalam kamus Al Munawwir tamak berarti rakus. Sedang menurut istilah tamak adalah cinta kepada dunia (harta) terlalu berlebihan tanpa memperhatikan hukum haram yang mengakibatkan adanya dosa besar.
Dari definisi diatas bisa kita fahami, bahwa tamak adalah sikap rakus terhadap hal-hal yang bersifat kebendaan tanpa memperhitungkan mana yang halal dan haram. Sifat ini dijelaskan oleh Syeikh Ahmad Rifai sebagai sebab timbulnya rasa dengki, hasud, permusuhan dan perbuatan keji dan mungkar lainnya, yang kemudian pada penghujungnya mengakibatkan manusia lupa kepada Allah SWT, kehidupan akhirat serta menjauhi kewajiban agama.
Sifat rakus terhadap dunia menyebabkan manusia menjadi hina, sifat ini digambarkan oleh beliau seperti orang yang haus yang hendak minum air laut, semakin banyak ia meminum air laut, semakin bertambah rasa dahaganya. Maksudnya, bertambahnya harta tidak akan menghasilkan kepuasan hidup karena keberhasilan dalam mengumpulkan harta akan menimbulkan harapan untuk mendapatkan harta benda baru yang lebih banyak.
Ibnu Athaillah mengatakan: “Tamak timbul dari wahm”
Wahm artinya ragu-ragu dengan rezeki yang dijamin oleh Allah SWT. Oleh kerena itu, pembaca buletin At Taqwa yang budiman, mari bersama menghilangkan penyakit wahm dari diri kita. Yakin dan optimislah, selama manusia mau ihtiar dan tawakkal Allah akan mencurahkan karunia rizki-Nya kepada kita.
Kembali pada kisah ular buta diatas, bahwa Allah telah menjamin rezeki, kematian dan kehidupan semua makhluk-Nya.
Wallahu a’lam bis Showab.
Penulis Adalah Anggota Majlis Tarjih PDM Kudus dan Pengasuh Ponpes Muhammadiyah Kudus.